Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu mendefinisikan konteks dari “penyimpangan terhadap UUD 1945 selama era Demokrasi Terpimpin,” periode yang dikendalikan oleh Soekarno, presiden pertama Indonesia, dari 1959 hingga 1965.
Sebagai latar belakang, UUD 1945 adalah konstitusi asli Republik Indonesia yang dikenal dengan hak-hak dan kebebasan dasar manusia, kedaulatan rakyat, sistem pemerintahan presidensil, dan sistem ekonomi berbasis kesejahteraan sosial.
Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno adalah periode di mana hak dan kebebasan dasar manusia, kedaulatan rakyat, dan pemerintahan presidensil seringkali menjadi penyimpangan pada UUD 1945. Presiden Soekarno ditunjuk sebagai presiden seumur hidup, hak-hak dan kebebasan rakyat dibatasi dan sistem ekonomi diubah dari ekonomi pasar bebas menjadi ekonomi terencana yang dikuasai oleh negara.
Namun, di antara perubahan tersebut, ada juga aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori ‘penyimpangan terhadap UUD 1945’. Salah satunya adalah pendidikan. Pada era ini, pemerintah berusaha memperluas akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat. Kebijakan ini sejalan dengan pasal 31 UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Setiap warganegara berhak mendapatkan pendidikan”. Perluasan pendidikan merupakan bagian integral dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu, meski berada di era Demokrasi Terpimpin, upaya pemerintah dalam memperluas akses pendidikan bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyimpang dari UUD 1945.
Kesimpulannya, meskipun periode Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno melahirkan berbagai perubahan yang sering dianggap sebagai ‘penyimpangan’ dari prinsip-prinsip yang ditegaskan dalam UUD 1945, masih ada aspek-aspeknya yang tetap setia pada UUD tersebut. Tentunya, ini bisa menjadi pelajaran penting bagi kita tentang pentingnya menjaga kesetaraan dan kebebasan dasar berkembangnya demokrasi di Indonesia.